Media Ummat Online

Media Ummat Online
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung". [Al-Imron:104]

Senin, 08 Juni 2015

KASUS HAM 1965-2015, “ AYO JOKOWI KATANYA MAU BIKIN RAME! “

Media Ummat  & Koran Jokowi : Sebelum lahirnya berbagai gagasan tentang HAM,  semua agama , khususnya agama Islam telah meletakkan dasar yang kuat. Karena Islam memandang bahwa kedudukan manusia adalah sama dan hanya dibedakan dari sudut ketakwaannya, tidak ada paksaan dalam beragama, dan tidak boleh satu kaum menghina kaum yang lain. Rasululah Muhammad SAW sendiri bersabda, bahwa “Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci”. Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam (khususnya) menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntunan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali?
.
Melindungi nyawa, harta dan martabat  siapapun karena itu adalah  Hak Allah SWT, Tuhan YME dan tidak seorang pun membuat dzolim tanpa hukum yang legal. “Dan barangsiapa membunuh seseorang mu’min dengan sengaja, maka pembalasannya ialah jahanam, kekal di dalamnya, Allah memurkainya dan mengutukinya serta menyediakan untuknya azab yang besar baginya”. (QS. An Nisa;93)


Dan, pasca Reformasi  1998-2015 para penggiat/aktivis HAM & keluarga korban  tidak akan pernah berhenti menyuarakan adanya Penegakan atas Pelanggaran HAM selama ini. Kalau pun ada pro-kontra yang menyertainya, seperti dibawah ini:
.
1.      PBNU adalah tuan rumah atas lahirnya “Deklarasi menentang hasil penyelidikan Komnas HAM tentang pemberontakan G30S/PKI tahun 1965.” Rabu, 15/8/2012  lalu. Dimana kemudian ditanda-tangani oleh 23 orang yang mewakili PBNU, PPAD, Barisan Nasional, Padmanagri, PPM, FPP 45, FKPPI, YKCB, DHN 45, Universitas Jaya Baya, Yayasan Jatidiri Bangsa, mantan Hakim Agung (Alm) Benyamin Mangkudilaga, penyair Taufik Ismail dan beberapa purnawirawan TNI. Mereka mengecam rencana Presiden SBY yang akan meminta maaf kepada para mantan anggota PKI, yang mereka katakan sebagai korban G30S tahun 1965-1966; adanya tuntutan Komnas HAM untuk membentuk pengadilan HAM atas pelanggaran HAM berat 1965-1966; dan berbagai aktivitas dari para mantan PKI di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. **Kami baru tahu, jika SBY pernah ‘akan melakukan itu? ;p


2.      "Tergantung anggaran. Ya, anggaran dihitung dulu, ini sedang dicari alokasi anggarannya. Karena tidak ada di APBN.Harus langsung dicari pos anggarannya di kementerian mana. Jadi kalau sekarang saya mengatakan itu belum bisa didirikan karena belum ada anggarannya. Karena di RAPBN yang dirancang pemerintah sekarang nggak ada program itu (Pengadilan HAM Ad Hoc). “,," kata Deputi Tim Transisi Andi Widjojanto (saat ini Mensekab) di Kantor Transisi, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2014). **Usul kami, buka saja “Koin untuk Pengadilan HAM Ad Hoc”, begitu saja kok repot !? ;p

3.      "Harus dijelaskan. Saya berharap pemerintah Jokowi jangan main-main dengan hukum, rasa keadilan penting dalam hukum. Ini kasus pembunuhan, masuk dalam kategori berat. Pemerintah Jokowi harus jelaskan secara gamblang," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof.H.Din Syamsuddin di Jakarta, Selasa (2/12/2014). Mengomentari tentang pembebasan bersyarat Pollycarpus – terduga pembunuh Munir? ** Jokowi, jangan ingkari semangat penggiat & aktifis HAM !!

4.      Surat  terbuka dari Prof. DR. Franz Magnis Suseno (Romo FMS)  yang menimbulkan pro-kontra yang ditujukan kepada Presiden Jokowi  dan beredar luas dipublik ( Jumat, 26 Desember 2014) mengenai nasib rakyat Indonesia di Papua, penting untuk dicermati dan diperhatikan. “ Presiden agar benar-benar mengungkap kasus penembakan di Paniai –Papua yang menewaskan bebeberapa remaja Papua, selain juga persoalan-persoalan pelanggaran HAM di daerah paling Timur Indonesia itu. Menurut Romo , percuma saja Presiden Jokowi merayakan Natal di Papua jika kasus pembunuhan tsb tidak kunjung dituntaskan dan masalah-masalah HAM di sana masih terbengkalai” ** Untuk yang ke-2 kali, Jokowi, jangan ingkari semangat penggiat & aktifis HAM !!

5.      Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta kepada pemerintahan Joko Widodo untuk tidak mengusut atau membuka lagi kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. ‎Sebab, kasus itu dianggap sudah terlalu lama dan sukar untuk ditemukan siapa pelakunya”ujar Fadli di Gedung DPR, Selasa (26/5/2015). ** Apakah ada refrensi hukum yang membenarkan?;p


6.      Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu ( Kasus pembantaian massal 1965, Penembakan misterius, Kasus Talangsari (Lampung), serta Kerusuhan Mei 1998, Penculikan Aktifis 1997-1998., dsb) kepada Kejaksaan Agung, tapi tidak pernah berujung ke peradilan, “Karena dianggap kurang bukti. Maka perlu didorong dengan Kepres. Apalagi Setelah UU KKR - Kebenaran dan Rekonsiliasi yang lama dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 lalu, dan RUU.KKR yang baru tidak jelas bagaimana nasibnya “, kata Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila awal tahun 2015 lalu. **Ya, jangan terus diam dong, Allah SWT, Tuhan YME senang melihat kebenaran ditegakan,bu ;p

7.      “ Pemerintah seharusnya memasukan kasus penembakan mahasiswa Univesitas Trisakti dan pembunuhan aktivis hak asasi manusia dalam pengadilan HAM. Untuk mengkategorikan kasus yang diproses dalam pengadilan HAM, cukup dengan menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM sebagai dasar " kata Todung Mulya Lubis  Rabu (27/5/2015) lalu ** Kalau tak mungkin, buang saja ke Laut, jadi rumpon ;p

8.      Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 dari para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Mereka adalah korban ’65, korban Tragedi Trisakti dan Semanggi ’98, korban tragedi Rumpin, dan korban pelanggaran HAM lainnya. Setiap Hari Kamis Pukul 16.00 hingga 17.00 di depan Istana Presiden, mereka berdiri, diam, berpakaian hitam, dan berpayung hitam bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM. Mereka juga mengirimkan surat kepada presiden, menggelar spanduk, foto korban, dan membagikan selebaran untuk para pengguna jalan. Hitam dipilih sebagai lambang keteguhan duka cita mereka yang berubah menjadi cinta kasih mereka pada korban dan sesama, payung sebagai lambang perlindungan, dan Istana Presiden sebagai lambang kekuasaan. Ketika hak hidup keluarga tidak mendapat perlindungan dari negara, Tuhan akan melindunginya.**Pertanyaannya, mau sampai kapan?
.

Membaca semua hal diatas, Presiden Jokowi dan institusi terkait lainnya (Kejaksaan Agung , BIN,Kemenpolhukam, Komnas HAM, Menkum-HAM   dan POLRI)  yang ‘notabene gajihnya dibiayai rakyat itu, harus LEBIH TEGAS & CEPAT BERTINDAK sehingga tidak menjadi ‘celah antipati dan arus-balik’ dari para penggiat/aktifis HAM dan keluarga korban pelanggaran HAM & Relawan yang  berharap banyak kepada dan yang telah memilih Jokowi sejak Pre-Pilgub DKI Jakarta 2012 dan Pilpres 2014 lalu. ‘Ayo Jokowi, kita bikin Rame !!, opo wani? ;p (Tim MU/Foto.Repro)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar