Media Ummat & Koran
Jokowi : Sebelum lahirnya berbagai gagasan tentang HAM, semua agama , khususnya agama Islam telah
meletakkan dasar yang kuat. Karena Islam memandang bahwa kedudukan manusia
adalah sama dan hanya dibedakan dari sudut ketakwaannya, tidak ada paksaan
dalam beragama, dan tidak boleh satu kaum menghina kaum yang lain. Rasululah
Muhammad SAW sendiri bersabda, bahwa “Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan
suci”. Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam (khususnya) menunjukan bahwa Islam
sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia.
Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan
tuntunan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap
sesama manusia tanpa terkecuali?
.
Melindungi
nyawa, harta dan martabat siapapun
karena itu adalah Hak Allah SWT, Tuhan
YME dan tidak seorang pun membuat dzolim tanpa hukum yang legal. “Dan
barangsiapa membunuh seseorang mu’min dengan sengaja, maka pembalasannya ialah
jahanam, kekal di dalamnya, Allah memurkainya dan mengutukinya serta
menyediakan untuknya azab yang besar baginya”. (QS. An Nisa;93)
Dan, pasca Reformasi
1998-2015 para penggiat/aktivis HAM & keluarga korban tidak akan pernah berhenti menyuarakan adanya
Penegakan atas Pelanggaran HAM selama ini. Kalau pun ada pro-kontra yang menyertainya,
seperti dibawah ini:
.
1.
PBNU adalah tuan rumah atas
lahirnya “Deklarasi menentang hasil penyelidikan Komnas HAM tentang
pemberontakan G30S/PKI tahun 1965.” Rabu, 15/8/2012 lalu. Dimana kemudian ditanda-tangani oleh 23
orang yang mewakili PBNU, PPAD, Barisan Nasional, Padmanagri, PPM, FPP 45,
FKPPI, YKCB, DHN 45, Universitas Jaya Baya, Yayasan Jatidiri Bangsa, mantan
Hakim Agung (Alm) Benyamin Mangkudilaga, penyair Taufik Ismail dan beberapa
purnawirawan TNI. Mereka mengecam rencana Presiden SBY yang akan meminta maaf
kepada para mantan anggota PKI, yang mereka katakan sebagai korban G30S tahun
1965-1966; adanya tuntutan Komnas HAM untuk membentuk pengadilan HAM atas
pelanggaran HAM berat 1965-1966; dan berbagai aktivitas dari para mantan PKI di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. **Kami baru tahu, jika SBY pernah
‘akan melakukan itu? ;p
2.
"Tergantung anggaran. Ya, anggaran dihitung
dulu, ini sedang dicari alokasi anggarannya. Karena tidak ada di APBN.Harus
langsung dicari pos anggarannya di kementerian mana. Jadi kalau sekarang saya
mengatakan itu belum bisa didirikan karena belum ada anggarannya. Karena di RAPBN yang dirancang pemerintah sekarang nggak
ada program itu (Pengadilan HAM Ad
Hoc). “,," kata Deputi Tim Transisi Andi Widjojanto
(saat ini Mensekab) di Kantor Transisi, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta
Pusat, Selasa (23/9/2014). **Usul kami, buka saja “Koin untuk Pengadilan HAM Ad
Hoc”, begitu saja kok repot !? ;p
3.
"Harus dijelaskan. Saya berharap pemerintah
Jokowi jangan main-main dengan hukum, rasa keadilan penting dalam hukum. Ini
kasus pembunuhan, masuk dalam kategori berat. Pemerintah Jokowi harus jelaskan
secara gamblang," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof.H.Din
Syamsuddin di Jakarta, Selasa (2/12/2014). Mengomentari tentang pembebasan bersyarat
Pollycarpus – terduga pembunuh Munir? ** Jokowi, jangan ingkari semangat
penggiat & aktifis HAM !!
4.
Surat terbuka dari Prof. DR. Franz Magnis Suseno
(Romo FMS) yang menimbulkan pro-kontra
yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dan
beredar luas dipublik ( Jumat, 26 Desember 2014) mengenai nasib rakyat Indonesia di Papua, penting untuk dicermati dan
diperhatikan. “ Presiden agar benar-benar mengungkap kasus penembakan di Paniai
–Papua yang menewaskan bebeberapa remaja Papua, selain juga persoalan-persoalan
pelanggaran HAM di daerah paling Timur Indonesia itu. Menurut Romo , percuma
saja Presiden Jokowi merayakan Natal di Papua jika kasus pembunuhan tsb tidak
kunjung dituntaskan dan masalah-masalah HAM di sana masih terbengkalai” **
Untuk yang ke-2 kali, Jokowi, jangan ingkari semangat penggiat & aktifis
HAM !!
5.
Wakil Ketua DPR RI
Fadli Zon meminta kepada pemerintahan Joko Widodo untuk tidak mengusut atau
membuka lagi kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. Sebab, kasus itu dianggap
sudah terlalu lama dan sukar untuk ditemukan siapa pelakunya”ujar Fadli di
Gedung DPR, Selasa (26/5/2015). ** Apakah ada refrensi hukum yang
membenarkan?;p
6.
Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus
pelanggaran HAM masa lalu ( Kasus pembantaian
massal 1965, Penembakan misterius, Kasus Talangsari (Lampung), serta Kerusuhan Mei 1998, Penculikan Aktifis 1997-1998., dsb) kepada Kejaksaan Agung, tapi tidak pernah berujung ke
peradilan, “Karena dianggap kurang bukti. Maka perlu didorong dengan
Kepres. Apalagi Setelah UU KKR - Kebenaran dan Rekonsiliasi yang lama
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 lalu, dan RUU.KKR yang baru
tidak jelas bagaimana nasibnya “, kata Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila awal
tahun 2015 lalu. **Ya, jangan terus diam dong, Allah SWT, Tuhan YME senang
melihat kebenaran ditegakan,bu ;p
7.
“ Pemerintah seharusnya memasukan kasus
penembakan mahasiswa Univesitas Trisakti dan pembunuhan aktivis hak asasi
manusia dalam pengadilan HAM. Untuk mengkategorikan kasus yang diproses dalam
pengadilan HAM, cukup dengan menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM
sebagai dasar " kata Todung Mulya Lubis
Rabu (27/5/2015) lalu ** Kalau tak mungkin, buang saja ke Laut, jadi
rumpon ;p
8.
Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 dari
para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Mereka adalah
korban ’65, korban Tragedi Trisakti dan Semanggi ’98, korban tragedi Rumpin,
dan korban pelanggaran HAM lainnya. Setiap Hari Kamis Pukul 16.00 hingga 17.00
di depan Istana Presiden, mereka berdiri, diam, berpakaian hitam, dan berpayung
hitam bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM. Mereka juga mengirimkan surat
kepada presiden, menggelar spanduk, foto korban, dan membagikan selebaran untuk
para pengguna jalan. Hitam dipilih sebagai lambang keteguhan duka cita mereka
yang berubah menjadi cinta kasih mereka pada korban dan sesama, payung sebagai
lambang perlindungan, dan Istana Presiden sebagai lambang kekuasaan. Ketika
hak hidup keluarga tidak mendapat perlindungan dari negara, Tuhan akan
melindunginya.**Pertanyaannya,
mau sampai kapan?
.
Membaca semua
hal diatas, Presiden Jokowi dan institusi terkait lainnya (Kejaksaan Agung , BIN,Kemenpolhukam, Komnas HAM, Menkum-HAM dan
POLRI) yang ‘notabene gajihnya dibiayai
rakyat itu, harus LEBIH TEGAS & CEPAT BERTINDAK sehingga tidak menjadi ‘celah
antipati dan arus-balik’ dari para penggiat/aktifis HAM dan keluarga korban
pelanggaran HAM & Relawan yang
berharap banyak kepada dan yang telah memilih Jokowi sejak Pre-Pilgub
DKI Jakarta 2012 dan Pilpres 2014 lalu. ‘Ayo Jokowi, kita bikin Rame !!, opo
wani? ;p (Tim MU/Foto.Repro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar