Media Ummat
& Koran Jokowi: Bukti dan saksi sejarah Panjalu lekat dengan keberadaan
SITU LENGKONG (SITU PANJALU) dengan luas 67,2 hektar diatas ketinggian 731
meter. Adapun Luas Situ Lengkong sekitar 57,95 Ha dengan kedalaman 4-6 meter. Adapun luas Nusa
Gede 9,25 Ha, berada ditengah situ/danau sebagaimana Samosir di Sumatera Utara?
.
Menurut
sejarah Panjalu, Situ Lengkong bukanlah situ alam yang terjadi dengan
sendirinya, akan tetapi hasil buatan para leluhur Panjalu. Dimana dahulu kala sejak
lebih kurang abad ke -7 masehi (menurut
catatan kebudayaan abad ke 15) di Panjalu telah ada Kerajaan Hindu yang bernama
KERAJAAN PANJALU.
.
Awal abad ke tujuh, Raja yang memerintah ialah PRABU SYANG HYANG CAKRADEWA. Raja mempunyai keinginan agar putra mahkota yang bernama BOROSNGORA yang memang sakti-mandraguna untuk ke Mekkah mempelajari ilmu DUA KALIMAT SYAHADAT. Melalui SAIDINA ALI KARRAMALLAHU WAJHAH.
Awal abad ke tujuh, Raja yang memerintah ialah PRABU SYANG HYANG CAKRADEWA. Raja mempunyai keinginan agar putra mahkota yang bernama BOROSNGORA yang memang sakti-mandraguna untuk ke Mekkah mempelajari ilmu DUA KALIMAT SYAHADAT. Melalui SAIDINA ALI KARRAMALLAHU WAJHAH.
.
Setelah cukup lama, maka pulanglah sang putera mahkota ke negara Panjalu dengan dibekali Air Zamzam, pakaian kesultanan serta perlengkapan Pedang dan Cis dengan tugas harus menjadi Raja Islam dan sekaligus mengislamkan rakyatnya. Kemudian beliau menjadi Raja Panjalu menggantikan ayahandanya dengan gelar SYANG HYANG BOROSNGORA
Setelah cukup lama, maka pulanglah sang putera mahkota ke negara Panjalu dengan dibekali Air Zamzam, pakaian kesultanan serta perlengkapan Pedang dan Cis dengan tugas harus menjadi Raja Islam dan sekaligus mengislamkan rakyatnya. Kemudian beliau menjadi Raja Panjalu menggantikan ayahandanya dengan gelar SYANG HYANG BOROSNGORA
.
Mulai saat itulah Kerajaan Panjalu berubah dari Kerajaan Hindu menjadi Kerajaan
Islam. Air Zamzam yang dari Mekah ditumpahkan ke sebuah lembah yang bernama LEMBAH
PASIR JAMBU, kemudian lembah itu airnya bertambah banyak dan terjadilah Danau
yang kini disebut SITU LENGKONG (SITU PANJALU).
.
Pedang, Cis
dan Pakaian Kesultanan disimpan di Museum BUMI ALIT yang waktu itu merupakan Museum Kerajaan.
Istana Kerajaan dipindahkan dari Pasir Dayeuh Luhur ke Nusa Gede Panjalu,
sehingga dengan demikian air Situ Lengkong merupakan benteng pertahanan Keraton.
.
Situ Lengkong atau disebut juga Situ Panjalu merupakan salah satu sisa-sisa peninggalan raja-raja Panjalu yang sekarang masih ada. Benda-benda peninggalan yang masih ada berupa dolmen, lingga, dan batu bekas singgasana/bertapa raja.
Situ Lengkong atau disebut juga Situ Panjalu merupakan salah satu sisa-sisa peninggalan raja-raja Panjalu yang sekarang masih ada. Benda-benda peninggalan yang masih ada berupa dolmen, lingga, dan batu bekas singgasana/bertapa raja.
.
Bumi Alit, Situ Lengkong dan upacara nyangku merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah pada waktu Agama Islam masuk ke Kerajaan Panjalu yang merupakan awal terjadinya perkembangan sejarah baru.
Bumi Alit, Situ Lengkong dan upacara nyangku merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah pada waktu Agama Islam masuk ke Kerajaan Panjalu yang merupakan awal terjadinya perkembangan sejarah baru.
.
Selanjutnya diceritakan pula bahwa PRABU BOROSNGORA ( Syeh Abdul Iman) memindahkan keraton yang semula terletak di daerah Dayeuh Luhur ke Nusa Gede yang terletak ditengah- tengah Situ Lengkong. Selain keraton, ia juga memindahkan kepatihan yang disebut Hujung Winangun ke sebelah Barat Nusa Gede dan membuat taman serta kebun dan tempat rekrerasi di Nusa Pakel. Untuk memudahkan komunikasi, maka dibuat dua pintu gerbang untuk memasuki Keraton Nusa Gede, pintu gerbang yang pertama dibuat dari ukiran dan dijaga oleh Gulang-gulang yang berjenggot yang bernama APUN OBEK.
Selanjutnya diceritakan pula bahwa PRABU BOROSNGORA ( Syeh Abdul Iman) memindahkan keraton yang semula terletak di daerah Dayeuh Luhur ke Nusa Gede yang terletak ditengah- tengah Situ Lengkong. Selain keraton, ia juga memindahkan kepatihan yang disebut Hujung Winangun ke sebelah Barat Nusa Gede dan membuat taman serta kebun dan tempat rekrerasi di Nusa Pakel. Untuk memudahkan komunikasi, maka dibuat dua pintu gerbang untuk memasuki Keraton Nusa Gede, pintu gerbang yang pertama dibuat dari ukiran dan dijaga oleh Gulang-gulang yang berjenggot yang bernama APUN OBEK.
.
Sedangkan
pintu gerbang yang ke dua merupakan jembatan yang menghubungkan Nusa Gede
dengan daratan, letaknya di sebelah Barat yang dikenal dengan nama CUKANG
PADUNG (Jembatan dari balok-balok kayu) maka sekarang daerah-daerah tersebut
dinamakan Dusun Cukang Padung.
.
Setelah Prabu Boros Ngora pindah ke Jampang, Sukabumi yang sebagian berpendapat 'NGAHYANG (MENGHILANG) maka kekuasaan Kerajaan
Panjalu diserahkan kepada anaknya RADEN HARIANG KUNING dan karena sesuatu hal selanjutnya
diberikan kepada adiknya yang bernama RADEN HARIANG KENCANA alias Syeh Ali Bin Muhammad bin Umar (EMBAH PANJALU) yang
dimakamkan di Situ Lengkong, yang menurunkan raja-raja Panjalu selanjutnya.
.
NUSA GEDE
NUSA GEDE
Ditengah
Situ Lengkong teerdapat pulau yang diberi nama Nusa Gede yang luasnya 9,25 Ha
yang dulunya menurut cerita sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu,
sehingga situ merupakan benteng pertahanan dan untuk mencapai tempat itu harus
melalui jembatan yang di dalam babad Panjalu disebut Cukang Padung.
.
Sekarang Nusa Gede menjadi hutan lindung di bawah pengawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) yang didalamnya terdapat cagar budaya dibawah lindungan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang berkedudukan di Serang, luasnya kurang lebih 0,5 Ha dimana terdapat makam penyebar Islam yang disebut Mbah Panjalu, yang menurut Gus Dur adalah Sayid Ali Bin Muhamad bin Umar yang datang dari Pasai (Aceh/Sumatra). Sedangkan buku Babad Panjalu di sebut Haring Kencana Putra Borosngora dan menurut pakar sejarah Profesor DR Ayat Rohaedi adalah Wastu Kencana Raja Sunda Galuh yang berkedudukan di Kawali. Di dalam hutan terdapat 307 pohon yang terdiri dari 30 jenis.
Sekarang Nusa Gede menjadi hutan lindung di bawah pengawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) yang didalamnya terdapat cagar budaya dibawah lindungan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang berkedudukan di Serang, luasnya kurang lebih 0,5 Ha dimana terdapat makam penyebar Islam yang disebut Mbah Panjalu, yang menurut Gus Dur adalah Sayid Ali Bin Muhamad bin Umar yang datang dari Pasai (Aceh/Sumatra). Sedangkan buku Babad Panjalu di sebut Haring Kencana Putra Borosngora dan menurut pakar sejarah Profesor DR Ayat Rohaedi adalah Wastu Kencana Raja Sunda Galuh yang berkedudukan di Kawali. Di dalam hutan terdapat 307 pohon yang terdiri dari 30 jenis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar