Kami adalah relawan Jokowi-Ahok saat Pilgub DKI
Jakarta 2013 lalu dan juga relawan Jokowi-JK di Pilpres 2014 , yang mayoritas berasal dari Jawa Barat. Kami merasa prihatin
atas semakin ‘melebarnya perseteruan Ahok-DPRD DKI Jakarta, yang kita tak tahu
kapan berakhirnya. Dan niscaya ini akan berimbas kepada program-program yang
telah ditetapkan Jokowi saat menjadi Gubernur lalu.
.
Hal ini dimulai dengan
mundurnya Ahok sebagai Kader Gerindra (0/9/2014) lalu dengan alasan;
(1). Ahok tidak setuju jika kepala daerah dipilih oleh DPRD,
karena mereka akan bertanggungjawab kepada DPRD bukan rakyat langsung,
(2). Ahok merasa Gerindra sudah tidak sesuai dengan
perjuangannya untuk memberikan rakyat sebuah pilihan terbaik,
(3). Ahok merasa Gerindra tidak tepat janji, mereka dulu
mengatakan bahwa Ahok harus jadi model di Jakarta, model pejabat publik yang
jujur dan kerja keras dan tidak korupsi . Tapi kemudian lahirlah KMP, yang juga menyetujui
kepala daerah bertanggung-jawab kepada DPRD yang dianggap Ahok itu adalah koalisi mengejar jabatan
bukan kerja untuk rakyat.
.
Dan sejak itu, ‘BLAAAMM.., Ahok pun ‘digebukin
banyak pihak , juga kemudian lahirlah Gubernur Tandingan DKI Jakarta (KH.
Fahrurrozi Ishaq) tgl.1 Desember 2014 lalu. Ahok terus melawan dan bekerja
hingga kemudian dia mendapatkan teman dari PDIP, yaitu Djarot Saiful Hidayat
(Mantan Bupati Blitar thn.2000-2010) pada tgl.17 Desember 2014.
.
Djarot yang muncul ‘ditikungan pun
mulai menata pekerjaan-rumah untuk membangun JAKARTA BARU 2014-2017, khususnya
traumatis Banjir dan macet ibukota. Namun baru saja duet Ahok-Djarot memulai,
munculah badai ‘Anggaran Siluman RAPBD DKI Jakarta thn.2015 Rp.12,1 trilyun (16,6%
dari total RAPBD DKI Jakarta 2015 = Rp.76,9 trilyun)
.
Anggaran siluman itu sejak jaman
Kuda makan portal itu sudah ada dan dianggap ‘lajim dimana-mana, korupsi
jamaah, karena penuh ‘titipan banyak pihak termasuk oknum anggota DPRD
(Provinsi, kota & kabupaten). Ini yang disebut Ahok-Djarot sebagai ‘pengkhianatan
kepada rakyat, maka Ahok-Djarot pun melawan. Dan, BLAAAMMM..... Ahok-Djarot pun
‘digebukin lagi rame-rame.
.
BAGAIMANA NASIB AHOK-DJAROT
SELANJUTNYA?
.
(1). Ahok-Djarot harus meyakinkan para
SKPD-nya untuk satu langkah & satu semangat berbuat dan bertindak benar?,
akankah?
(2). Ahok-Djarot mampukah mendapat
dukungan dari KIH, sedangkan mereka pun digebukin oleh orang KIH di DPRD DKI
Jakarta. Kalau pun kemudian fraksi Nasdem, PKB dan PAN, menarik diri. Bagaimana
dengan PDIP, Hanura?
(3). Ahok harus memahami
ketidak-nyamanan dan keserba-salahan Djarot
yang diusung PDIP sebagai Wagubnya.
(4). Ahok memang bekerja ‘sendiri,
tanpa partai pengusung, masalah yang muncul pun diakibatkan lebih condong
masalah ‘personal Ahok sendiri yang dianggap ‘temparemental. Sehingga munculah
dendam-dendam pribadi dan ini dijadikan momentum para Ahok-Hatter untuk ‘’menggebukinya
lagi disosmed
(5). Ahok juga tidak harus cepat puas
diri sebagaimana suvey Cyrus Network (2-7 Maret 2015) yang mengatakan bahwa
> 68,8% warga Jakarta masih pro Ahok alias tidak suka dengan kinerja DPRD
DKI Jakarta. Karena ini hanya dukungan ‘diatas kertas, bukan kongkrit secara
fisik.Kalaupun ada satu milyar relawan yg mengepung DPRD DKI Jakarta, namun jika
tidak didukung fakta tentang ‘anggaran siluman Rp.12,1 trilyun ini ,hanyalah
sia-sia, malah inkonstitusi.
(6). Ahok juga tidak harus cepat puas
diri atas kemenangan saat Pilgub DKI Jakarta 2012 lalu yaitu;Putaran I (1.847.157
orang = 42,60%) dan putaran II > 2.472.130
(53,82%) suara. Karena saat itu Ahok duet dengan Jokowi yang juga juga mendapat
‘suntikan suara dari kader/struktur PDIP, Hanura & PKPI. Kalau pun kemudian
PKPI tidak mendapat kursi di DPRD.Selain itu saya pribadi yakin bahwa
kemenangan Pilgub 2012 hanyalah/dominan karena ada Jokowi sehingga relawan pun
demikian solid
(7). Ahok harus kembali membaca peta
politik DPRD DKI Jakarta thn.2014-2019, yaitu 106 kursi/anggota dari 10 partai politik ;
a. PDIP = 28 kursi
b.Gerindra = 15 kursi
c.PKS =11 kursi
d.PPP = 10 kursi
e.Demokrat = 10 kursi
f.Hanura = 10 kursi
g.Golkar = 9 kursi
h.PKB = 6 kursi
i.NASDEM = 5 kursi
j.PAN = 2 kursi
.
Secara politis dan kongkrit,
saat ini Ahok-Djarot hanya didukung 3 fraksi (Nasdem, PKB & PAN), dengan
jumlah 13 kursi/orang . Betapa beratnya melawan sisanya ,93 kursi/orang !, Ahok harus merubah ‘style-nya, jangan dulu banyak
ancam dan komentar, apalagi saat ini KPK dan Mendagri sedang bekerja.
..
Malah sebaliknya Ahok-Djarot
harus lebih ‘menyempurnakan truff –
truff dan skak-math anggota DPRD DKI Jakarta yang telah dipunyai sekarang.
.
Diakhir surat terbuka ini, Mari
kita semua berpikir logis dan memberikan input yang positip dan proporsional
kepada Ahok-Djarot.Sebagaimana tulisan ini yang telah saya kirim kepada
Ahok-Djarot. Selebihnya, biarkan Allah SWT, Tuhan YME yang memutuskannya !
.
Insha Allah,
Aamiin Yarabil’alamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar