Media Ummat Online

Media Ummat Online
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung". [Al-Imron:104]

Sabtu, 14 Februari 2015

# MALIOBORO, YOGJAKARTA. I’LL BE BACK ! #


.
Tahun 2002-2004 lalu jalan Malioboro adalah bagian dari rute-tetap saya setiap hari dan teman-teman saat menjadi penyelenggara 4 pameran besar di Yogjakarta. Tentunya selain Kraton, Masjid Agung, Benteng Vredeburg, Pantai Samas, Makam Imogiri, dsb. Sehingga akan terus berbekas sebagai bagian dari ‘ceritra hidup.
.
Malioboro adalah nama seruas jalan di pusat kota Jogjakarta. Panjang jalan Malioboro itu sendiri sekitar 500 meter dan bersambung dengan nama jalan lainnya. Tak jauh dari tempat-tempat yang menjadi Ikon Jogjakarta lainnya; Kraton, Stasiun Tugu, Mesjid Agung,dsb.

.
Di kedua sisi jalan itu terdapat banyak toko dan lapak pedagang dengan berbagai jenis dagangannya, khususnya cinderamata ; tshirt, sendal, kerajinan kulit, blankon, aneka-kuliner khas Yogja; Bakpia, juga Gudeg.’Cuuussss...
.
(1). Sejarawan P.B.R Carey, kata ‘Malioboro’ berasal dari bahasa Sanksekerta “Malyabhara” yang berarti karangan bunga. Pada masa kerajaan Mataram, Malioboro selalu menjadi jalur utama tempat dilakukannya upacara perayaan atau prosesi Kraton. Jalan Malioboro menjadi penghubung mulai Merapi, Tugu Golong-Giling hingga Kraton. Tidak hanya karena sebagai pusat perbelanjaan, wisata dan pemerintahan saja, tapi juga sebagai tempat pelaksanaan acara kebudayaan seperti ‘Kirab Satu Suro’ di mana rutenya dimulai dari Tugu – Malioboro – hingga ke pagelaran Kraton.

.
(2). Malioboro diambil dari nama seorang bangsawan Inggris yaitu Marlborough, seorang anggota pasukan kolonial dari Inggris yaitu Marlborough  yang pernah menduduki Jogjakarta pada tahun 1811-1816. Akan tetapi, sangat sedikit penjelasan yang komperhensif untuk versi yang ke dua ini.
.
(3).  Malioboro ternyata juga dapat dijelaskan menurut bahasa Kaili, yang merupakan bahasa khas etnis Kaili di Sulawesi Tengah. Jika dirumuskan melalui bahasa Kaili tersebut, Malioboro berasal dari kata ‘Ma’-‘Li’ atau ‘Liu’-‘Boro’. ‘Ma’ berarti ‘orang’ atau ‘manusia’, sementara ‘Lio’ atau ‘Liu’ berarti ‘lewat’ atau ‘jalan yang dilewati’, dan Boro yang bermakna ‘kecil’, ‘kerdil’, atau ‘pendek’. Dengan demikian, maka ‘Malio’ atau ‘Ma’-‘Liu’-‘Boro’ dalam bahasa Kaili adalah jalan yang di lewati oleh orang kecil (bukan keturunan ningrat). Wallahualam bishowab
.
Masih tentang Jalan Malioboro, disana pula saya pernah berkenalan dengan pak Giman (?), seorang kusir Delman/dokar yang biasanya ngetem di jalan Malioboro. Suatu malam karena ada ‘hajat yang tak bisa ditunda saya berkeliling jalan Malioboro hingga kawasan Keraton, sejak pkl.19.00 sampai menjelang dinihari.
.
Selama diperjalan itu banyak ceritra menarik yang saya dengan + nasehat tentunya,al;

# Jika kita ingin kaya perbanyaklah sedekah, jika pun tak berupa materi/uang, berikanlah ilmu kepada orang lain

#Beliau pun berceritra tentang aktifitas keraton yang bilamana itu adalah malam satu suro maka pasukan keraton mengirim orang untuk melaksanakan upacara ritual ke Merapi dan Parang Tritis. Biasanya kalau malam satu suro ombak disana besar dan tinggi sekali, tapi bilamana keris dari keraton ditancapkan dibibir pantai maka Ombak tersebut akan tenang

#Suara Drumband ghaib, Sekitar tahun 80-an akhir, setiap tengah malam, di hari hari tertentu, akan suara drum-band. Orang Yogja yang tinggal di barat mengira asal suara itu dari timur, kalau dari selatan pastilah mengira itu asal suara drum-band dari arah utara, begitu pula sebaliknya. Anehnya, suara itu ketika dicari tidak ada satupun yang menemukan.
.
Ogh Malioboro, plus sa- Yogjakarta-Yogjakarta –nya yang terus  ‘ngangeni .
I’ll Be Back. 
Insha Allah
..
#Save.Malioboro#
#Save.Yogjaku#
..

..>))))”>



Tidak ada komentar:

Posting Komentar